Sabtu, 15 April 2006

HARGA SEBUAH CINTA

 Alkisah di sebuah desa hiduplah seorang wanita dengan wajah yang buruk rupa. Sedemikian buruknya sehingga para pemuda di desa itu menjauhinya. Di desa tersebut ada sebuah kebiasaan untuk memberi mas kawin dari pria yang hendak melamar gadis. Dan pasti, si buruk rupa tadi, menjadi tertawaan para pemuda.

Banyak tidaknya mas kawin yang diberikan tersebut tergantung dari kecantikan sang gadis. Jadi apabila gadis itu berwajah biasa-biasa saja, maka mas kawinnya berharga seekor kambing. Kalau lebih cantik lagi, jumlah kambingnya bertambah banyak. Dan yang terbanyak mas kawinnya sampai saat itu adalah mas kawin primadona di desa tersebut, sebanyak 10 ekor kambing.
Setiap orang berguman tentang ‘harga’ gadis jelek itu. Mereka berkata; “Ah, dia kan buruk rupa. Mana ada yang mau dengan dia. Jangankan seekor kambing, seekor ayam pun pasti tidak ada yang mau membayarnya.”
Dan yang lain berkata: “Jangankan seekor ayam, membayarnya dengan bangkai ayam mati pun pasti tidak ada yang mau.”
Dan mereka menertawakan nasib gadis malang yang buruk rupa itu. Gadis itu bolak-balik medengar gurauan mereka, dan hatinya menjadi sedih dan terluka. Harga dirinya rusak, dan dia sendiri hampir percaya, bahwa tidak ada seorangpun yang mau mengambil dia sebagai istri.
Sampai suatu saat, tersiar kabar bahwa gadis buruk rupa itu disunting oleh pemuda dari desa seberang. Dan penduduk desa pun bertanya-tanya, pemuda malang manakah yang gila meminang gadis buruk rupa itu?
Mereka berbondong-bondong datang ke rumah orang tua gadis buruk rupa tersebut dan bermaksud menanyakan tentang kebenaran hal tersebut. Dan alangkah kagetnya mereka, ketika sampai di sana, mereka menemukan mas kawin dari pemuda itu.
Mas kawinnya berupa sapi!
Tidak pernah ada seorang wanita cantik mana pun yang pernah diberi mas kawin semahal dan seberharga itu!
Bahkan gadis tercantik di desa itu hanya ‘seberharga’ 10 ekor kambing. Dan mereka lebih terkejut lagi ketika mendapatkan bahwa tidak hanya seekor sapi, tapi ada sepuluh ekor sapi di kandang di samping rumah gadis buruk rupa itu.
Sepuluh? Ya sepuluh ekor sapi!
Mereka tambah penasaran. Oleh sebab itu, penduduk berbondong-bondong berjalan ke desa seberang untuk melihat bagaimana nasib wanita buruk rupa itu.
Berjuta pertanyaan muncul saat itu. “Kok pemuda itu gila ya? Matanya buta kali, nggak lihat apa kalau dia jelek setengah mati?”
“Ah jangan-jangan cuma dijadikan pembantu rumah tangga, pasti diberi makanan yang sedikit lalu dijual lagi ke pedagang budak belian.”
Ketika sampai di rumah pemuda tersebut, mereka melihat bahwa rumah tersebut amatlah mewah. Dindingnya diukir dengan amat indah. Dan mereka semakin yakin bahwa dugaan mereka tentang wanita malang ini akan dijadikan pembantu rumah tangga dan budak adalah benar. Ketika mereka mengetuk pintu, seorang pemuda yang amat tampan menyambut mereka. Dia memperkenalkan diri sebagai pemilik rumah. Mereka bertanya apakah mereka bisa bertemu dengan gadis tersebut. Sang pemuda kembali masuk ke rumah, setelah mempersilahkan mereka duduk di ruang tamu.
Seorang wanita muda yang cantik datang menyambut mereka. Rambutnya tertata rapi, tutur katanya halus, dengan ramah ia mempersilahkan mereka mengambil makanan dan minuman.
Penduduk bertanya, “Di manakah gerangan gadis yang berasal dari desa mereka?”
“Apakah baik-baik saja? Dimanakah ia sekarang?”
Wanita yang cantik tersebut menjawab, “Sayalah orangnya”.
Orang-orangpun melongo, melotot, dan tak mampu berkata-kata. Mereka bertanya? Apakah benar? Apakah mereka tak salah lihat? Gadis itu kan jelek sekali, sementara wanita di depan mereka itu amat anggun, amat cantik.
Wanita tersebut berkata, “Saya merasa cantik, ketika saya mengetahui bahwa suami saya menghargai saya dengan jumlah yang amat tinggi. Saya sadar bahwa dia berusaha berkata bahwa saya cantik, bukan seperti apa kata orang, tetapi karena dia mencintai saya sebesar itu. Sebagai balasannya, saya berusaha memberikan yang terbaik yang pernah saya bisa berikan, karena saya tahu, suami saya membeli saya dengan harga yang amat mahal. Saya berdandan dengan cantik, saya mengubah model rambut saya, dan berusaha menyenangkan hati suami saya. Dan inilah saya yang sekarang.”

Jumat, 14 April 2006

Siapa Sebenarnya Kau?

 Pernah ku sembunyikan cinta ini

Kusimpan dalam laci meja belajarku, lalu kukunci erat
Hingga suatu pagi kutemukan cinta itu sudah tak ada lagi dalam laci
Dan tak pernah kutemukan lagi hingga aku bertemu denganmu dalam ketidaksengajaan
Ku lihat cinta itu ada bersamamu
Dan tak pernah ia meninggalkanmu
Entah bagaimana kau mencuri cintaku dan membuatnya menjadi milikmu
Siapa sebenarnya kau?


Dari Masa Lalu

 Aku melihat diriku ada di masa lalu

Dan selalu seperti itu
Sementara aku merasa kau ada di masa depan
Yang aku yakini, kau sedang menantiku di sana
Menanti aku memasuki masa depanku untuk menemuimu
Yang aku tahu, aku pesimis akan masa depan itu
Aku yang tengah pesimis dapat menemukanmu

Entah kau tahu atau tidak
Setiap kali aku menatap ke depan sana, mataku berjelaga
Saat kemungkinan terindah tak mampu kukhayalkan
Dan kemungkinan terbesar di depan terlalu kutakutkan

Mungkin aku akan sangat berduka
Namun di sana akan ada lega
Saat ku dapat menatapmu meraih indah dunia
Meraihnya bukan bersamaku

Andai kau restui
Biarkan aku menikmati perihku sendiri
Tak usah kau turut menemani
Sungguh aku tak pernah tega menyaksikan kau turut berduka
Turut larut dalam kecewa menghadapi garis hidupku

Dan aku selalu berdoa
Kelak kau akan menjadi dewi surga
Bahagia dan membahagiakan
Dan aku hanya ada di masa lalumu
Menatap kau tersenyum
Masa depan terindah itu adalah layak untukmu
Dan takkan mungkin kau dapati jika terus bersamaku

Ya, garis hidupmu adalah bahagia tanpaku
Cukup enyahkan aku
Itulah cara termudah untuk dapatkan cerah
Jika benar kau seorang kasih yang pandai

Buatlah aku lega menyaksikan kau bahagia
Bahagia bercengkrama dengan masa depan terindah
Biarkan aku hanya tersenyum menatapmu dari sini
Dari masa lalu…