Kamis, 18 Agustus 2005

Perang

 Duniaku sedang perang…

Gelegar dari bencana yang sebenarnya
Perang senjata
Perang kata-kata
Perang teknologi
Perang ideologi
Perang pemikiran
Perang informasi
Perang, perang, dan perang!

Berkilah tentang kebenaran
Namun yang ada hanyalah mencari pembenaran

Saat darwinisme sosial begitu kukuh direngkuh
Dan hedosnisme menjadi penyakit global
Maka sungguh kehancuran itu telah ada di depan mata

“Hahaha…”
Ada yang tertawa…

Oh, rupanya masih ada yang bisa tertawa
Di saat manusia-manusia tak berdosa harus menjadi korban kecongkakan global
Di saat bayi-bayi terlahir di tengah angkuh manusia terhadap dunia
Di saat tentara hanya dilatih sebagai mesin pembunuh

Lantas, apa yang ia tertawakan?
Siapa ia?
Entahlah siapa ia…
Namun yang pasti, ia menertawakan segala kebodohan berlabelkan kepandaian

Tak ada lagi demokrasi

Ah, sejak awal demokrasi memang didesain seperti itu

Setan-setan telah berwujud dalam nyata…

Hak Asasi Manusia menjadi Tuhan
Dan hukum hanya milik sebagian orang

Batu-batu begitu mudah dilemparkan
Peluru-peluru begitu mudah ditembakkan
Bom-bom begitu mudah diledakkan
Rudal-rudal begitu mudah diterbangkan

Tak peduli apa dan siapa

Terdengar berita gempar
Saat seorang eropa menjadi hancur oleh bom di dalam kereta
Saat seorang amerika tertimpa reruntuhan dari ledakan gedung tinggi
Saat seorang arab mati dihujani timah panas
Saat seorang afrika menjadi ras tersisih
Saat seorang asia kehilangan budayanya
Saat seorang australia tak lagi hidup tenang karena virus-virus ciptaan
Saat seorang tentara menangis namun tetap tak mampu berhenti menembak
Saat seorang anak kecil menulis surat kepada dunia tentang kenyataan yang sesungguhnya
Saat seorang tua tak mampu menikmati akhir-akhir masa hidupnya

Ada negara miskin yang dengan tanpa malu mengaku kaya
Ada negara kaya yang sejak lama tetap miskin
Ada negara yang 75% APBN-nya ditujukan untuk membuat senjata
Ada negara yang 95% keringat rakyatnya menjadi benar-benar tak berharga
Ada negara yang dipenuhi orang-orang pandai namun melegalkan kebodohan
Ada negara yang dipenuhi orang-orang bodoh sehingga menuhankan kepandaian

Propaganda-propaganda sosial global ditujukan hanya untuk membangkitkan kebencian
Juga kebodohan, ketidakpedulian, dan keangkuhan…

Kemarin terdengar berita, ribuan pendemo menentang aksi pembunuhan terhadap binatang secara kejam
Lalu sang pemerintah dengan penuh penghargaan menanggapi aksi itu
Dan di saat yang sama, di tempat yang sama, tak ada satupun yang peduli pada nasib jutaan manusia yang diperlakukan jauh lebih hina dari binatang
Kebodohan macam apa ini???!!!
Tak ada yang salah dengan aksi peduli pada mahluk hidup
Namun menjadi bencana jika yang lebih utama tak lagi dihargai

Ah, aku hanya dapat duduk jengah menatap ini semua
Mungkin aku pun menjadi satu masalah bagi dunia
Aku yang hanya terdiam lemah
Hanya mampu berteriak, mengumbar resah dan kecewa, dan tak ada yang mendengar
Adakah aku, kau, dia, mereka, dan semua salah?

Ada cinta yang tak kucinta…

 Entah harus kumulai dari mana untuk mengakui kejujuran diri

Bersamanya, hari selalu indah
Bersamanya, langit terasa selalu cerah
Ia terlalu tulus dalam segala
Hingga kini masih sulit kutemui titik salah di dirinya

Mengenal dirinya, dan tak peduli lagi pada waktu
Menatap wajahnya, dan tak ingat lagi pada segala trauma
Membelai rambutnya, dan aku semakin tak mampu menghempasnya

Hanya padanya aku tak berani menyakiti
Hanya padanya aku tak bernyali ingkar janji
Hanya padanya aku selalu berusaha menjadi pria yang mengerti

Rasa sayang itu terlalu dalam
Hingga kutak tahu seperti apa isi di dasar sana
Aku begitu menyayanginya
Ia hadir bagai anugerah atas segala fantasi sempurna
Tapi, itu… Itu bukan cinta!

Tuhan…
Bukankah hal sulit bagimu untuk menghujamkan rasa cinta di hati ini?
Aku begitu ingin mencintainya
Segala yang kulakukan adalah tulus, aku begitu menyayanginya
Dan aku tahu, itu bukan cinta…

Betapa aku selalu resah membayangkan kemungkinan terburuk
Saat ia tahu aku tidak mencintainya…
Betapa aku selalu khawatir memikirkan segala kekecewaannya kelak

Aku terlalu menyayanginya
Hingga ku tak pernah rela melihat ia terluka
Rasanya, apapun akan ku lakukan untuk bahagiakannya
Termasuk mencari cinta untuknya
Namun hingga kini rasa itu belum juga kutemui
Sementara aku terus bersama resah
Khawatir ia mengetahui segala

Cinta… Cinta…
Di mana engkau???
Tidakkah kau lihat ia begitu tulus padaku akan segala
Cinta, kasih sayang, kesetiaan, dan segala pengorbanan
Apalagi yang dapat kutapikkan untuk tidak mencintainya?
Tapi, mengapa cinta tak jua mau datang di hatiku untuknya?

Aku benar-benar berada dalam satu titik yang tak pernah kubayangkan sebelumnya
Menyadari, menghayati, mengagumi, dan menghargai segala tulusnya
Gadis bijak dari alam khayalku selama ini telah menjadi nyata
Membawakan aku cinta dan segala bahagia
Namun ternyata aku tak mencintainya…

Bagaimana aku harus bercerita padanya tentang semua ini?
Dari mana harus ku mulai kejujuran diri ini?
Aku terlalu takut menatap kecewa di matanya kelak…

Betapa bodohnya aku…
Kemana segala rasa cinta itu saat orang yang tepat telah hadir di hadapku?

Puisi untuk kekasih baruku…

 Bogor, 17 Agustus 2005, 00:47

Sesaat setelah kumampu berucap kata-kata itu
Sesaat setelah kau dengan tulus menjawab semua harap
Sesaat setelah sebuah komitmen berhasil kita sepakati
Ada rasa bersalah dalam diri
Diri seorang manusia berwujud aku

Ketertakutan yang bukan tanpa alasan
Keragu-raguan yang selama ini senantiasa kau coba tampikan
Dan segala kegamangan di hati mencuat

Di malam ini, seharusnya aku dapat tidur nyenyak
Di malam ini, seharusnya aku dapat bermimpi indah
Tertidur dengan bayangmu di pelupuk mataku
Bermimpikan indah lincah dirimu

Namun sebaliknya…
Aku merasakan ketakutan…
Khawatir tak mampu penuhi semua harapmu
Bahagiakanmu…

Ah, walau kau senantiasa berkata menerimaku apa adanya
Meski kau dengan tulus bersamaku akan hadapi semua derita
Tapi tetap saja aku tak rela membagi duka kepadamu
Takkan sampai hati aku melihatmu murung kelak…

Kasih, tinggalkan saja aku jika kelak kau merasakan kecewa itu
Kasih, sungguh kurela menikmati sesak jika dengan itu kau mampu bahagia
Pastikan segalanya tetap indah di dirimu
Jangan biarkan aku menjadi racun dalam mimpi bahagiamu
Karena dengan begitu, aku bisa merasakan bahagia telah mencintaimu
Dan saat itu aku mampu meyakini diri telah menyayangimu sepenuhnya…

Puisi Untuk Kekasihku

 Teringat pada semua yang telah dilalui bersama

Terkenang segala yang telah kau berikan padaku
Meyakini tentang sematan diri ini di hati
Setia dan tangguh menghadapi sisi buruk diriku
Kau kini menjadi bagian indah hidupku

Segala curahan tulus tanpa ungkitan menjadi kisahmu untukku

Memberikan nafas baru saat aku ketandusan ilham
Dalam cerita panjang di waktu aku terbelengu menghela napas meruak ikatan

Kau hadir berikan ruang
Mengamit kasih sayang, merawat kelesuan, menyemangati hidup

Hariku indah karena indahmu

Segala beda begitu mudah kau modifikasi
Mejadi tali pengikat yang jauh lebih erat
Dan segala kedewasaan didirimu begitu apik kau gunakan untuk menuntunku
Mencerahkan setiap gelap hari yang kulalui

Saat mendung menggantung, kau pernah membuat matahari menari di dahan hijau
Dan kau benar-benar menunjukkan warna
Bahagiakan aku

Maafkan jika aku pernah menyalahartikan tulusmu
Tuntunan kasihmu pernah kuanggap penghambat inginku
Curahan tulusmu pernah kutanggapi dengan semu
Dan segala pengorbanan yang pernah tak kuhargai

Dan benar katamu, biarkan waktu terus berjalan
Seiring segala buktimu yang semakin sulit kutapikkan
Menjawab segala tanya tentang peranku

Terimakasih untuk segala perjuanganmu
Terimakasih untuk segala iringan kasihmu
Terimakasih atas segala semangat ciptaanmu

Dan kini aku tengah berada di satu titik hidup
Bukan puncak, tapi aku rasa cukup tinggi
Bukan cita-cita, tapi satu jalan terang menuju asa
Yang kuraih bersama segala perjuangan, iringan kasih, dan semangat ciptaanmu

Puisi Untuk Keluargaku

 Menopang seluruh yang ada di hati, tubuh, dan luangan kasih sayang kalian

Hingga begitu indah setiap detik dalam hangat cengkrama

Bunda, Ayah, dengan malu kukatakan : 

“Akulah anakmu

Adik-adikku, dengan malu kukatakan : “Akulah kakakmu.

Pada kalian aku mengeluh, dan selalu

Bunda
Sejujurnya telah kucoba kumpulkan keindahan dunia untuk ganti hadirmu
Sejujurnya telah kupilah yang terbaik untuk mengisi kerinduanku
Tapi bunda, yang kutemui hanya lelah
Lalu saat itu aku kembali padamu, memohon pelukan
Dan kau senantiasa menjadi pendengar yang arif

Mendengarkan dengan mata, mendengarkan dengan hati
Kau mendengar apa yang tak bisa terucap dengan kata-kata

Bunda
Dunia takkan mampu menggantikanmu
Pilahan yang terbaik takkan lagi coba kuisi dalam rinduku
Hingga begitu indah setiap detik dalam rahimmu
Hingga begitu indah setiap detik dalam gendonganmu
Hingga begitu indah setiap detik dalam pangkuanmu
Hingga derita kau rasa indah demi anandamu

Lalu… Kenapa hanya rindu yang ananda punya untuk ibunda?

Tidak bunda…
Rindu ini hadir dalam Doa anandamu
Agar surga selalu hadir untukmu
Bukan hanya ditelapak kakimu

Ayah
Rentetan waktu yang kau urai dalam peluh
Dalam entah berapa banyak tetes keringatmu yang kini menjadi darahku
Selama itu kau tetap tersenyum

Jinjingan pelangi tak pernah luput kau bawa sepulang kerja
Lalu dengan sabar, menguraikan warnanya untukku satu persatu dengan mata berbinar
Dengan baju kemejamu yang telah lusuh

Lalu, kuteringat saat kumerengek meminta baju baru
Sementara kau sibuk berhutang demi memenuhi keinginanku
Ah, aku memang anak yang manja

Ucapan terimakasih dan doa rasanya tak pernah cukup untuk membalasmu
Sementara, tak jarang aku menjadi jauh dari harapan-harapanmu
Aku malu

Ayah
Sebagian semangatku ada dalam doamu
Dan pijakan hidupku dalam petuah sederhanamu
Aku catat dalam jiwa dan coba kujalankan

Ayah
Ananda bangga menjadi anakmu

Bunda, Ayah,
Mungkinkah kumampu menjadi anak yang dapat kalian banggakan
Mungkinkah kumampu penuhi semua harapan
Mungkinkah kumampu menjadi penyejuk pandangan

Maafkan aku
Maafkan jikalau budi kalian selama ini aku balas dengan hinaan
Maafkan jikalau sapaan lembut aku balas dengan hardikan
Maafkan jikalau mata ini sering menatap sinis pada kalian
Maafkan jikalau banyak permintaan tolong yang tak kudengar
Maafkan jikalau aku justru membuat kalian malu
Maafkan atas segala
Maafkan

Ayah, Bunda, maafkan aku

Sungguh aku ingin menjadi anak yang dapat kalian banggakan
Sungguh aku ingin penuhi semua harapan
Sungguh aku ingin menjadi penyejuk pandangan

Ayah, Bunda, kembali kumemohon doamu

Adik-adikku
Malaikat kecilku
Ah, kini kalian telah tumbuh besar
Tentu telah memahami lebih banyak tentang hidup
Kalian kini telah tumbuh menjadi anak yang cerdas
Ya, kalian kini tak lagi mudah untuk kubohongi seperti dulu

Adik-adikku, selain Bunda dan Ayah kita, kalianlah yang paling tahu siapa aku
Kalian tahu setiap cela diri kakak
Selain Bunda dan Ayah, kalianlah yang paling sering menjadi korban amarahku
Kalian yang selalu menjadi pelampiasan emosi dan egoisku

Padahal kakak tahu, kalian begitu tulus menyayangi kakak
Entah telah berapa banyak doa kalian yang menjadi jalan kemudahan bagi hidup kakak

Maafkan kakak, adik-adikku
Selama ini kakak belum mampu menjadi suri tauladan bagi kalian
Kakak belum bisa menjadi kakak yang baik, yang membahagiakan kalian
Lebih banyak menyulitkan dan menyudutkan kalian
Jari-jari ini telah banyak membuat pipi kalian merah

Selain Bunda dan Ayah, kalianlah orang paling pemaaf yang pernah kakak kenal
Pertengkaran yang acap kali terjadi karena ketidakdewasaanku, begitu mudah kalian lupakan

Seringkali ucapan lugu kalian menjadi nasehat jiwa
Seringkali tingkah polos kalian menjadi hikmah hidup
Kalianlah motivator, penyemangat hidupku

Ketika menatap kalian tidur bagai bayi, terbesik di benakku, alangkah inginnya aku membahagiakan kalian
Alangkah inginnya aku menjadi kakak yang bisa kalian banggakan

Adik-adikku, kakak sayang kalian

Keluargaku
Kalian adalah surga dalam hidupku
Karunia termegah Sang Pencipta untukku
Pastikan kita selalu bersama, selamanya

Selasa, 02 Agustus 2005

Kembali, siapa yang peduli?

 Berlarilah ia dari hidupnya yang mati

Mencoba mencari warna dalam mimpi
Terpejam terpaksa dari sesuatu yang dibeli
Dan merasa bahagia tanpa senyum

Sepagi buta ia memukul kepala
Berharap terpingsan dan tertidur lega
Dan lupa pada segala luka
Luka-luka dunia di dirinya

Asap rokok lagi-lagi memenuhi aliran rongga udara tubuhnya
Menunggu rubuh dan tak mengeluh

Manusia berwujudnya hatinya nestapa
Hidup dan nyatanya tak berirama
Goresan kata tanpa rencana
Mengalir dan tersesat
Tanpa tema dan makna
Lelaki berjuang menikmati adanya

Tak ada aturan yang sanggup menjelaskannya
Termenungnya di tengah pagi
Embun-embun di dahinya menguap begitu saja

Dan siapa yang peduli?
Peduli pada rangkaian kata yang sulit dimengerti

Lusuh, peluh, dan rubuh

Tak lagi dan pernah jernih di satu sisi
Sisi tanpa isi
Melayang tanpa tertempa
Lalu menjauh, hilang
Kembali dalam sesaat, dan terus berulang

Kembali, siapa yang peduli?