Selasa, 03 Mei 2005

Kuingat Padamu

 Kuingat padamu bila fajar

memerahkan langi sebelah timur

Kuingat padamu bila senja
mencium bunga yang akan tidur

Kuingat padamu bila malam
sepi berbunga bintang bercahaya

Kuingat padamu bila kumenatap bulan
teduh benderang purnama raya

Kuingat padamu yang berwajah tampan
dan dirikupun ingin berjumpa sayang

Menjadi Dewasa Itu Menyakitkan

 Menjalani hidup ternyata tak semudah yang kupikirkan saat kecil dulu

Ceria yang selalu dari sesosok aku 10 tahun lalu pudar sudah
Dan menghilang entah kemana
Berubah menjadi galau, pesimis dan kusut…

Dulu, tangisku adalah juga bahagiaku
24 jam kulalui tanpa duka, dan terasa lama
Kini waktu seperti hembusan angin
Berlalu, dan yang kurasa hanya lelah
Tidurku tak lagi nyenyak
Mimpi-mimpi penuh dengan aneka kontaminasi

Saat aku meulai mencoba merengek pada ibuku yang semakin tua
Beliau hanya tersenyum seraya berkata, “Itulah Dewasa”

Ah, aku rindu pada saat dimana ku tak peduli pada berapa banyak uang di sakuku
Aku rindu pada saat dimana ku berkhayal tanpa harus menatap jam dinding
Aku rindu pada saat dimana aku tak takut untuk berbagi cinta dengan tulus
Akupun rindu pada saat dimana aku hanya dapat berhitung sampai sepuluh

Kini cita-citaku tak lagi banyak dan tinggi
Tidurku hanya untuk melepas lelah
Senyumku hanya untuk melepas penat
Hari-hari menjadi semakin padat oleh aneka pikiran yang kian sempit
Aku yang sekarang menyesal dengan keadaan
Aku merasa menjadi seorang penyemburu, melancholish, egois, pamrih…

Dulu aku menangis saat ayah memarahiku, kini aku menangis oleh amarahku sendiri
Dan aku mulai berpikir, menjadi dewasa itu menyakitkan…

Pelacur Kaki Lima

 Hai… Kau ada dimana?

Dengan berjalan kaki sejak tadi kutelusuri trotoar
Namun kau tak muncul

Aku butuh kau malam ini!

Dan seperti malam-malam yang terlalu
Cukuplah kau sebagai pemuas nafsu

Hai, kau ada dimana?
Tahukan kau, aku rindu desah godamu?
Aku merindukan senyum dan kerling nakalmu
Leok anggun pinggul dan lututmu…
Dan semua yang dapat kubeli dengan hanya beberapa lembar ribuan

Datanglah padaku, aku mohon…
Maka kupastikan, seluruh uang di dompetku akan berpindah ke sakumu
– Uang yang hanya cukup untuk satu kali makan
Biar kupulang merakak, asal kau lemaskan lututku…

Jalang!
Kau ada dimana?!
Pelacur lain terlalu mahal untukku bayar

Shit! Shit! Shit!
Rok mini murahanmupun tak tampak!
Atau kau tengah sibuk berjuang bertahan hidup?

Untuk Gadis Berjubah Jingga

 Maafkan aku, wahai gadis berjubah jingga

Aku tahu kau begitu tulus dalam cinta
Kau unik dan berbeda
Terimakasih kau mau memberiku cinta,
Tapi maafkan jika aku terpaksa harus menolaknya
Kau harus tahu, aku tak mampu membalas pemberian tulusmu
Tapi, bukan aku tak memiliki cinta yang kau minta
Hanya saja, ada hal lain yang membuatku terpaksa menahan cinta itu
Aku tahu kau terluka
Dan tadi malam kau menangis
Tapi, aku semalampun aku menangis
Seorang pria menangis?!
Itulah aku
Aku kehilangan cintaku
Padahal aku ingat benar, beberapa tahun lalu aku menyimpannya tepat dilaci meja itu
Aku kunci erat!
Ah, memang salahku yang tak pernah menyentuhnya lagi setelah itu
Tapi, siapa yang mengambil cinta dari laciku?
Atau siapa yang telah memindahkannya?
Dimana ia sekarang?
Dan sejak kapan cinta meninggalkan laci itu?
Seingatku, tak pernah lagi kulihat cinta itu ada bersama orang lain setelah ku kurung ia
Tak pernah ku llihat ia berada di belahan jiwa manapun
Lantas siapa yang telah mencurinya?
Dan kapan aku bisa kembali menemukan cinta itu?
Wahai gadis berjubah ungu, kini kau tahu
Aku terlalu pelik dengan nasibku
Dan rasanya tak pernah tega aku berbagi perih denganmu
Mungkin kau akan rela, tapi aku tidak!
Mana mungkin ku biarkan kita hidup bersama tanpa cinta
Aku harus mencari cinta itu dulu!
Beri aku waktu, dan berjalanlah bersamaku mencari cinta itu
Kelak jika aku menemukannya ada bersamamu, kupastikan cinta itu akan kuberikan untukmu

Ada apa?

 Semuanyakan telah aku percayakan padamu

Tentang cinta, kasih sayang, dan pengorbanan
Terserah kau pula mau buat apa padaku
Menyuruhku tersenyumkah, atau menangis tersedu, lalu tertawa
Menyuruhku berdirikah, duduk lalu berlari
Aku tak pernah peduli yang akan dilalui
Selama itu adalah perintahmu
Tapi pagi tadi kau diam saja?
Ada apa?
Sudah enggankah kau memberi titah?
Kalau benar begitu, ada apa?
Dan seperti biasa, aku tak berani bertanya
Aku turut terdiam disudut menunggu kau bicara
Dan kau tetap tak bicara jua
Dan kan tetap berdiri sampai nanti
Sampai harap tiada lagi
Tapi, bicaralah
Atau sekedar melentikan jari menyuruhku melakukan sesuatu
Atau kerutkan dahi dan siniskan mata dan senyummu, lalu usir aku
Aku akan pergi, dan untuk waktu yang lama takkan kembali
Atau kau suruh aku untuk diam, maka aku akan diam tanpa bertanya
Dan itu untuk waktu yang lama, sampai terdengar lagi titah yang lain
Atau sekedar gerakan dari lentik jari
Tapi, kau tidak melakukan itu juga
Tak bicara, melentikan jari, dan dahimu tetap biasa, wajah tetap biasa, mata tetap biasa
Sungguh, walaupun aku benci, tapi saat ini yang salah satu hal yang paling kunanti adalah kecutmu
Sungguh, walaupun aku benci, tapi saat ini yang salah satu hal yang paling kunanti adalah sinismu, bahkan usiranmu untukku untuk waktu yang harus lama
Aku tak pernah ingin kau menjauh dari jiwaku dengan sendirinya
Aku yang akan menjauh darimu
Untuk kemudian nanti mendekat kembali
Disaat kau tak lagi mengingatku
Atau disaat kau teramat sangat merindukanku dan menyesali semuanya
Namun, itu semua khayalan
Kau tetap diam
Ada apa?
Dan tetap saja aku tak berani bertanya
Dan tetap kunanti titahmu itu di sudut ini

Bukan Rayuan

Nona, bolehkah aku menjemputmu sore ini?

Menjemputmu kembali setelah ku meninggalkanmu semalam?
Atau kau telah membayar mahal orang lain untuk melakukannya?
Ah, Nona.
Semalam hanya setitik hitam dari hamparan luas jalan yang kita lalui
Jalan yang tak harus selalu mulus teraspal
Terkadang harus ada lubang-lubang, atau kumbangan air comberan
Nona, maukah nanti sore kau kembali ku jemput?
Lalu kita pulang berjalan kaki?
Lalui jalan aspal kota ini
Dan kaki kitapun lalu pegal. Ah, itu kan sudah biasa, bukan?
Mari buat iri sepasang kekasih dalam mobil mewah itu
Dan biarkan keringat menjadi saksi cinta kita, bukan tetesan bensin yang terbakar
Dan seperti biasa, tepat disebuah restoran mewah itu ada kedai bakso sederhana
Satu mangkuk cukupkan?
Karena kau makan tidak pernah banyak
Satu mangkuk untuk berdua, agar esok masih bisa kita beli bakso ini lagi
Dan tetap makan bakso itu disini, sampai kita temukan lagi tempat lain yang lebih murah
Lalu, sesampai didepan teras rumahmu, seperti biasa kau akan tersipu menyuruhku duduk
Dan aku tetap berdiri, lalu mengedipkan mata dan pergi
Malamnya kita sama-sama bermimpi semua yang kita lalui dijalan tadi
Dan esok pagi ku kan datang menjemputmu, mengantarkan kau sekolah
Biarkan guru marah karena kau sedikit terlambat datang
Yang penting kita bisa berbicara banyak hal dijalan
Lagipula, kau akan berada disekolah ini sampai lama, sampai sore, dan aku menjemputmu
Dan aku pulang ke rumah dengan hati senang meninggalkanmu dalam keadaan senang
Lalu, bolehkah aku kembali menjemputmu sore ini?
Menjemputmu kembali setelah ku meninggalkanmu semalam?
Atau kau telah membayar mahal orang lain untuk melakukannya?
Ah, Nona.
Semalam hanya setitik hitam dari hamparan luas jalan yang kita lalui
Dan akan masih banyak kerikil didepan

Puisi Hatiku

 Hening diri memutar sesuatu didiriku pada masa lalu

Memperkosa jari-jari tanganku untuk beraiku
Ada yang menjadi beku didiriku
Aku menjadi seseorang yang melancholish

Hantu, hantu …
Datanglah padaku
Mengapa kalian hanya datang bertiga ?

Kegelapan dimensi entah keberapa hadir
indera-inderaku pun gelagapan

Bambu …
Kucoba memasuki lubangnya
memasung diriku sendiri
Ah, dasar bambu lemah, kau pecah !

Makhluk aneh yang telah lama tak kujumpa kini hadir dipelupuk mata
Sentuhi tepat didadaku
Aku kan tidak mengundangmu !
Enyah !

Seseorang gadis dengan sebuah nama hanya melintas saja
Mengganggu aku yang sedang semedi digua hirarki
Kesaktianku lenyap, ego membara …
Dan lagi-lagi haiku tak hanya sebatas bait syair dari gerak jari
Tapi juga adalah hidupku sendiri
Ya, paling tidak hidupku hari in

Kukira ia Dhillah

 Sebuah pesawat canggih melintas diantariksa,

jauh dari bumi tempat manusia berkumpul

Aku berada diantaranya

Riuh bocah bumi senandungkan lagu tempe bongkrek
Dan rangkaian kalimat-kalimatku mulai sulit dimengerti

Lalu datang pesawat singgah
Kukira adalah dhillah
Kuhentakkan kakiku hingga bergetar seluruh nadi
Belum sempat senyum tersembul, kutersadarkan dari mimpi

Ya, mimpi indah antariksa buyar seketika
Beralih kemimpi buruk dunia fana yang memang nestapa

Kusalah duga
Kukira dia Dhillah

Dan kini, antariksa nyata telah kembali berada dikelopak mata

Tak dapat kuberi judul

 Dimusim dingin, aku hanya dapat berlindung dibalik dedahanan,

Air mata yang jatuh tak juga dapat mencairkan salju dibawaku,
Tuan, datangkanlah sinar yang dapat menghangatkan tubuhku,
Dan mencairkan salju-salju disekelilingku.

Tuhan, aku melihat sinar dijauh disana,
Kuyakin sinar itu perlahan-lahan kan menghampiriku
dan menghangatkanku
Dan kudapat terbang kembali, bermain bersama teman-temanku,
Bebas mengepakkan sayap dan berayun-ayun diatas dahan,
bernyanyi ceria,

Tuhan, kulihat cahaya itu semakin mendekat,
Tapi kumerasa sangat dingin ?

Terimakasih, Tuhan, kini cahaya itu berada tepat diatasku,
Dan kumerasakan hangat, dinginku lenyap seketika,
Tetapi … kemana salju yang berada dibawahku
kemana dahan yang sedang kupijak, Tuhan

Untuk Dhillah, kemarin, hari ini, dan nanti…

 Adalah hal yang berbeda saat dulu dan hari ini

Haru yang membiru, dan kisah yang tak kunjung usang
Kita melangkah tanpa arah
Tak terpikir saat nanti, hanya jalani hari

Adalah hangat jiwamu pernah selimutiku
Tertuntun hati ini untuk selalu ingatmu
Terbuang segala pikir tentang khabar liar
Siapapun cemburu menatap kita

Adalah cintaku yang terlalu
Dan cintamu yang membawa kasih tiada henti
Sikap sifat tulus selimuti setiap detik yang terlewati
Dengan segala wewangian yang terhembus dalam setiap janji

Adalah waktu yang mampu merubah segala
Cinta yang sempurna – ku tak pernah menyangka – mampu dileburkannya
Aku yang sendiri tanpa mampu menyadari
Dan kau yang tertatih dengan hati yang perih

Adalah hal yang tak terduga kita berjumpa kembali
Di atas segala rindu tentangmu
Di dalam segala gebu mengingatmu
Sesaat saling memandang, tersenyum, dan menyapa
Berbicara sekedarnya, lalu kembali berpisah
Dan ku tak pernah tahu ke mana arahmu
Dan ku tak pernah berani menebak isi hatimu

Adalah mungkin dendam masih meraja
Membalas segala perih tentang masa lama
Dan aku telah menyesal sejak lama
Andai ku dapat memperbaiki segalanya…

Hmmm…
Mungkinkah malam tadi dapat menjadi awal kembalinya bahagia
Atau awal dari segala bencana
Karma…

[Untuk Dhillah, kemarin, hari ini, dan nanti…]

Senin, 02 Mei 2005

Ku kira ku berbeda

 Aku terlarut dalam rasa yang terhanyut

Dalam waktu yang berlari ku tertatih
Bersama angan palsu, asa tanpa malu
Sementara kereta terus melaju

Dalam berbeda, kau hadiri tatapku
Dan bertahan, terus menahan
Berlalu dalam bisu

Asapmu buatku sesak
Dan terjerat dalam candu
Lalu kembali hadir dalam bisu
Dan tetap seperti hari-hari yang terlalu
Kau berbisik dalam mimpi
Dan ku tersadar dalam sendiri, sepi…
Dalam jingga dan segala warna
Dalam kelam satu sisi jiwa

Jutaan detik tersia dalam bara mimpi
Dan terus menyaksikan kau menari
Menari dalam lagu yang tak ku mengerti
Lalu kembali kau menghilang untuk waktu yang lama
Dan sampai nanti, ku tetap tersia dalam bara mimpi

Enyah bersama deras…
Ku ingin nikmati hari
Lalu aku merasa berbeda…
Ku kira ku berbeda!
Ah, ternyata aku hanya seorang pria yang putus asa…

Kekasihku Tak Lagi Setia

 Kekasihku tak lagi setia seperti sedia kala

Wajahnya tak lagi lucu ketiak bertemu
Matanya tak lagi sayu saat ku cumbu
Berat badannya tak lagi dijaga

Kekasihku tak lagi setia seperti dulu
Saat kogoda, ia tak lagi terlena
Saat gelap ia tak lagi mesra
Dan tak ada lagi kata-kata rindu

Rasanya, harus kusudahi kisah ini
Kisah aku dan dia yang tak lagi bernyawa
Harus ku akhiri semua kebodohan ini
Dan melupakan sekeranjang kedustaan…
Lalu, saat segalanya telah lebih baik, aku akan kembali
Kembali mengejar hasrat yang tertunda

Kekasihku pasti akan tersipu malu
Dan sama sekali tak tersendu
Kekasihku pasti diam-diam bahagia, tanpa duka…
Saat esok pagi ketika terbangun, ku tak lagi di sisinya
Saat esok malam ketika mendengkur, ku tak lagi memeluknya…

Ah, kekasihku tak lagi setia…

Kekasihku Tak Lagi Setia

 Kekasihku tak lagi setia seperti sedia kala

Wajahnya tak lagi lucu ketiak bertemu
Matanya tak lagi sayu saat ku cumbu
Berat badannya tak lagi dijaga

Kekasihku tak lagi setia seperti dulu
Saat kogoda, ia tak lagi terlena
Saat gelap ia tak lagi mesra
Dan tak ada lagi kata-kata rindu

Rasanya, harus kusudahi kisah ini
Kisah aku dan dia yang tak lagi bernyawa
Harus ku akhiri semua kebodohan ini
Dan melupakan sekeranjang kedustaan…
Lalu, saat segalanya telah lebih baik, aku akan kembali
Kembali mengejar hasrat yang tertunda

Kekasihku pasti akan tersipu malu
Dan sama sekali tak tersendu
Kekasihku pasti diam-diam bahagia, tanpa duka…
Saat esok pagi ketika terbangun, ku tak lagi di sisinya
Saat esok malam ketika mendengkur, ku tak lagi memeluknya…

Ah, kekasihku tak lagi setia…

Kau seorang pria biasa dengan cinta yang tak biasa!

 Kau egois sekali!

Semalam kau tak datang tanpa bilang
Dan kau biarkan aku menunggu dan terlalu
Aku menjadi kesepian
Dan sedih kembali kau tak penuhi janji
Kau tak pernah mengerti aku
Aku yang kau anggap tegar, sebenarnya rapuh
Dan aku lemah
Aku tak punya cukup tenaga untuk mengerakkan ke-32 otot wajah ini
Lalu aku tersenyum, dan kau pun tersenyum
Kau tak pernah merasa bersalah rupanya?
Dan semalam lagi-lagi kau tak tepati janji
Membiarkan aku sendiri dan sepi
Sesaat aku menjadi benci
Namun, dalam kesendirian semalam, aku kembali merasakannya
Rasa sepi tanpa kau
Dan kembali kusadari, betapa berartinya kau dalam hidupku
Kesepian semalam menyadarkan aku kembali akan artimu
Dan kembali aku takkan dapat menggerakan ke-32 otot wajah ini
Dan kau pasti lagi-lagi tidak akan merasa bersalah
Dan pagi tadi kau mengetuk keras jendela kamarku
Satu hal yang hampir tidak pernah kau lakukan
Mengapa? Kau takut pada ayahku karena menggangguku sepagi ini?
Tapi aku tak pernah tak senang mendengar lirihmu memanggilku
Dan sesaat setelah jendela aku buka, aku mendengar kau berkata maaf
Aku tak mempercayainya, mungkinkah itu kau, atau aku yang mengigau
Lalu kau berikan bunga, dan lagi-lagi bunga itu, melati!
Tak adakah bunga yang lebih baik darinya yang harus kau berikan padaku sepagi ini?
Tapi tetap saja hal itu cukup membuatku bahagia, lalu tersenyum
Lalu kau pergi begitu saja, lari
Dan aku lagi-lagi sendiri sepagi ini
Ah, tapi tetap saja aku tak bisa tidak membanggakanmu
Kau seorang pria biasa dengan cinta yang tak biasa!

Untuk Khajeya dan cinta sepagi ini selamanya

Dhillah

Kau seorang pria biasa dengan cinta yang tak biasa!

 Kau egois sekali!

Semalam kau tak datang tanpa bilang
Dan kau biarkan aku menunggu dan terlalu
Aku menjadi kesepian
Dan sedih kembali kau tak penuhi janji
Kau tak pernah mengerti aku
Aku yang kau anggap tegar, sebenarnya rapuh
Dan aku lemah
Aku tak punya cukup tenaga untuk mengerakkan ke-32 otot wajah ini
Lalu aku tersenyum, dan kau pun tersenyum
Kau tak pernah merasa bersalah rupanya?
Dan semalam lagi-lagi kau tak tepati janji
Membiarkan aku sendiri dan sepi
Sesaat aku menjadi benci
Namun, dalam kesendirian semalam, aku kembali merasakannya
Rasa sepi tanpa kau
Dan kembali kusadari, betapa berartinya kau dalam hidupku
Kesepian semalam menyadarkan aku kembali akan artimu
Dan kembali aku takkan dapat menggerakan ke-32 otot wajah ini
Dan kau pasti lagi-lagi tidak akan merasa bersalah
Dan pagi tadi kau mengetuk keras jendela kamarku
Satu hal yang hampir tidak pernah kau lakukan
Mengapa? Kau takut pada ayahku karena menggangguku sepagi ini?
Tapi aku tak pernah tak senang mendengar lirihmu memanggilku
Dan sesaat setelah jendela aku buka, aku mendengar kau berkata maaf
Aku tak mempercayainya, mungkinkah itu kau, atau aku yang mengigau
Lalu kau berikan bunga, dan lagi-lagi bunga itu, melati!
Tak adakah bunga yang lebih baik darinya yang harus kau berikan padaku sepagi ini?
Tapi tetap saja hal itu cukup membuatku bahagia, lalu tersenyum
Lalu kau pergi begitu saja, lari
Dan aku lagi-lagi sendiri sepagi ini
Ah, tapi tetap saja aku tak bisa tidak membanggakanmu
Kau seorang pria biasa dengan cinta yang tak biasa!

Untuk Khajeya dan cinta sepagi ini selamanya

Dhillah

Kalian yang salah duga

 Kalian yang salah duga!

Dhillah tidak seperti yang kalian kira
Bahkan terus terang, aku sendiri hampir salah mendeskripsikannya

Dhillah hari ini tak lagi sekedar haiku
Pesawat canggih itu benar-benar nyata
Sesosok gadis dengan sebuah nama yang sempat menggangguku ketika ku sedang semedi di gua hirarki ternyata hanya satu lintasan penggoda
Dalam dunia antariksa hal itu biasa, bukan?
Ya, Dhillah dengan gaun kesuciannya hadir juga
Hadiah atas semediku!

Dia jauh lebih setia dariku
Bahkan dalam ribuan tidurku, tak sekalipun aku pernah memimpikannya
Sedang ia

Ia hampir tak dapat menikmati tidur selama ini

Terakhir kali aku melihatnya, ia tersenyum padaku dan melambaikan tangan, lalu menghilang
Aku berpikir itu hanya mimpi
Tapi ternyata itu nyata
Karena memang tidak sekalipun ia hadir dalam tidurku, malam ataupun siang

Dan sore tadi aku mendengar doanya
Dan sebuah senyuman sebagai jawaban atas satu ajakan
Ajakan untuk memintanya menanti 1 tahun lagi, yang artinya jutaan atau bahkan milyaran atau bahkan lebih, sesak yang akan sanggup ia lalui

Masa kanak-kanak dulu ternyata tak merubahnya
Kesalahan besarku yang sempat membuatnya sangat sakit begitu mudah ia lupakan
Dulu aku tertawa sementara ia terisak
Dan kini ia tersenyum merangkulku yang sedang terisak menyesali semua

Dhillah
Semenit setelah melihatmu tersedu dulu, sebenarnya aku benar-benar telah menyesal
Hanya saja aku terlalu egois untuk mengakuinya
Bahkan setelah bertahun-tahun
Dan kini tanpa kau minta, aku benar-benar tertunduk dihadapanmu

Tulisan kata cinta pertama kali ku lihat adalah tulisan tanganmu
Dan itu 7 tahun lalu
Dan 9 tahun lalu, selama ratusan hari aku mencuri pandang menatap langkahmu
Langkah ayu yang sedang menanjak menuju ke rumah
Pulang

Setelah semua hitam putih yang kulalui
Kau tetap putih!

Dhillah, aku sempat terombang-ambing oleh Dhillah palsu yang lain
Aku sangat yakin jika ia adalah Dhillah
Dan kini kau dengan ramah menyadarkanku

Betapa bodohnya aku
Seharusnya aku telah menyadari semua ini ketika terakhir kali aku melihat lirikanmu
Lirikan yang hanya sesaat, lalu menghilang

Kau kekasih terbaik yang pernah kumiliki

 Lalu aku tersadar, setelah tertidur dalam waktu panjang

Aku sepi
Sejak dulu aku sendiri, tapi baru kali ini aku merasa sepi
Dan malam ini aku teringat pada semua
Cinta, amarah, egoisme
Lalu terpusat pada seorang putri
Tangannya belum pernah kusentuh
Menatap, sesekali
Dan lebih banyak diam.
Aku begitu menghormatinya, mencintainya
Aku tidak bodoh! Dan aku pria normal
Inginku mengecup keningnya, membelai rambut panjangnya
Mendekap dan mendamaikannya
Berbisik lembut, bercerita tentang segala
Namun aku terlalu mencintainya

Inginku membanggakan kau kepada dunia
Kau, ya, kau
Kau perempuan tertegar yang pernah ku kenal
Bahkan disaat tersakiti sekalipun
Dan kau tak pernah malu menertawakan kulit hitamku
Dan, kau terlalu lugu untuk berbohong
Kau takkan sanggup melupakanku
Kau takkan sanggup tidak memaafkan aku
Dan kau kekasih terbaik yang pernah kumiliki

Khajeya
Untuk Dhillah,
Kemarin, hari ini, dan nanti

Gadis Hantuku

 Sesosok hantu datangiku ketika ku terjaga dalam malam sebulan yang lalu

Aku takut? Tidak. Ia cantik luar biasa…
Dan betapa ku bangga, ku telah berbincang dengan hantu wanita
Gaun putihnya laksana baju pengantin bahagia
Taring kecilnya, aduhai… Indah nian…
Kikihannya menebar sejuta kerinduan
Kehadirannya membawa sesuatu yang baru untukku…

“Kau tak takut padaku…?”
Aduhai, ternyata hantupun dapat mengernyitkan dahi
Bibir pucat putih dan pasi melengkapi kesempurnaannya

Hai! Ia bertanya padaku!

“Tentu saja kehadiranmu yang tiab-tiba membuatku terkejut… Tapi aku takut?”

Dan aku menggelengkan kepala…
Ia terlalu menawan dimalam itu

Ah, gadis hantuku…
Kau telah gagal menakutiku, dan kau telah membuat kesalahan besar
Kau telah membuatku jatuh cinta
Dan sejak malam itu dan malam-malam sesudahnya, aku selalu menunggu

Kau bisa membaca?
Jika kelak kau lihat rentetan kata ini, kau harus tahu…
Ku cipta puisi ini untukmu…
Salamku dari dunia nyata…

Doaku Kala Terjaga Dari Mimpi Lama Dunia Fana

 Tuhan, begitu sempurna kau ciptakan wajah ini…

Kau hadirkan kerut di sela-sela dahi…
Kau putihkan helai demi helai rambut ini…
Mengajakku untuk mengingat hari…

Sendi-sendi tubuh mulai kaku…
Pandangan mengabur…
Kaki melemah menompang tubuh
Lalu pergantian waktu menegurku

Begitu bijak Kau, Tuhan…
Mahalah segalanya Engkau

Kau sadarkaknku kala ku bercemin pada cermin nyata
Semakin dekatlah saat perjumpaan itu tiba
Tapi, Tuhan..
Akaknkah kau rela untuk sekedar menatapku di sana, sesaat saja…
Aku yang hina lagi nista
Sekujur tubuh penuh dosa
Teramat jarang bersyukur, terlebih mengingatmu

Dan jika esok tiada lagi daya untuk menghirup udara
Bekal manakah yang bisa kubawa?

Ah, Kau Sungguh Agung Lagi Mulia…
Kau sadarkanku dari tidur lama alam fana…
Duniaku yang sebentar dan sementara
Kau berikanku karunia rindu itu…
Dan sesaat sebelum terlambat…
Dan setelah lama kuacuhkanMu

Tuhan, kau menatap setiap gerak raga dan hati…
Kau tahu setiap lirikan mata dan isi kepala
Dan aku di sini terpuruk hina sejak lama…
Namun Kau begitu santun kembali mengajakku mengingat diri…

Ku tahu, Tuhan…
Kobaran Jahanam takkan pernah usai dan sesuai untuk segala dosaku
Tapi, ku tahu pula…
Engkaulah raja di raja, Maha Pengasih…
Tunjukkan padaku, Tuham, satu arah menata hati
Hingga ku rela pada nanti…
Tak peduli Firdaus atau Jahanam…
Namun ku tetap berjalan pada pendoman…
Sekali lagi, karuniakan itu padaku, Tuhan…

Sialah segala sesal jikalau tiada kau rahmati
Dan hari ini, tatkala ku terjaga dari mimpi lama dunia fana
Kiranya menjadi awal terkikisnya segala dosa
Ampuni aku, Tuhan…

Dan aku, siapa yang aku cintai?

Aku tengah bingung
Siapa yang aku cintai?
Mungkinkah saat ini aku tengah terkutuk?
Karma
Dan aku bingung
Andai saja cinta memintaku berdiri, maka pasti aku berdiri
Andai cinta memintaku berlari, aka akan melakukannya
Jika cinta memintaku diam, aku akan diam
Tapi saat ini justru cintalah yang diam, berdiri, lalu berlari
Siapa yang kucintai?
Ada cinta yang datang terlalu dini
Ada cinta yang tak kunjung datang
Dan aku tak dapat berlari, atau sekedar berdiri
Dan aku bingung
Adakah cinta pergi meninggalkanku, atau aku yang telah pergi meninggalkannya?
Aku yang tengah bingung
Andaipun ku mampu memutar waktu, ku tak tahu kemana akan kuputar
Aku tak yakin dengan zaman
Lalu, siapa yang aku cintai?
Dia, kamu, mereka, atau siapa? Atau tak ada?!
Dan ada cinta yang terlalu
Lalu, disaat waktu yang hanya menemaniku
Lagi-lagi waktu tetap bungkam
Tak adakah yang mau mengabarkan cinta kepadaku?
Adakah cinta juga memiliki rasa benci?
Ada cinta yang tak kucinta
Ada melati disisi orang mati!
Dan aku tengah bingung pada tempat yang kudiami
Dan aku, siapa yang aku cintai?